Mifta Farid Sah Putra lahir di Tanrutedong, Sidrap, Sulawesi Selatan. Tanggal 26 Maret 1990. Mifta sapaan akrabnya hidup dan tinggal di Desa Salomallori, Desa yang tidak akan ditemukan di dalam peta. Desa yang cukup kecil dengan rata-rata pekerjaan penduduknya adalah penggarap sawah, termasuk ayahnya.
Ia memiliki pemikiran dan tekad untuk terus belajar kemudian membawanya untuk mencari sekolah terbaik untuk menuntut ilmu nantinya, dan kemudian saat itu ia diterima di salah satu sekolah terbaik di Makassar.
Hidup jauh dari Orang Tua sejak SMA, Membuat mimpi-mimpi untuk belajar lebih tinggi menjadi sedikit lebih nyata. Semenjak SMA, ia sering bergaul dengan orang-orang yang hebat, yang sekarang kebanyakan sudah menjadi dokter, dari 30 teman kelasnya pada waktu itu, lebih dari setengahnya diterima di jurusan kedokteran, tapi niatnya lain, yang iainginkan menjadi Desainer, Desainer produk, yang nantinya bisa mendesain mobil, motor, gadget, dll.
Sebuah profesi dan jurusan yang mungkin terlalu asing untuk anak-anak sekolah. Waktu itu ia sempat mencari dan bertanya-tanya tentang sekolah desain yang bisa ia masuki. “Saya tidak ingin kuliah di Makassar, jika kuliah disini lagi pemikiran saya akan begini-begini saja, kurang berkembang, saya harus mencari tantangan yang lebih, saya harus merantau dan keluar dari zona nyaman.” Ujar Mifta, anak pertama dari dua bersaudara. Hal itu yang ia tanamkan dalam benaknya semenjak masih kelas 3 SMA. Dan akhirnya ia memutuskan untuk memilih tempat kuliah yang berada di luar Makassar yang memiliki jurusan desain.
Pada waktu itu ia mendaftar di 3 Institut yang kebetulan memiliki jurusan desain. Institut di Surabaya, Institut di BuahBatu, dan Institut Teknologi Bandung, semuanya Institut, dan yang paling ia minati memang ITB. Di tahun pertamanya lulus SMA, bukan manis yang iadapatkan, ia tidak diterima di ITB, hal yang paling menyakitkan, bahkan terlalu menyakitkan untuk seseorang yang punya mimpi besar seperti Mifta Farid Sah Putra.
Hal itu tidak membuatnya berlarut-larut dalam kesedihan, karena untungnya ia diterima didua Institut lainnya. Akhirnya ia memutuskan untuk kuliah di sebuah Institut yang dekat dengan ITB, dan masih satu kota, di Kota Bandung.
Niat untuk Kuliah di Institut terbaik bangsa, tempat lahirnya para pemimpin-pemimpin negeri seperti Soekarno, BJ. Habibie, tidak pernah surut, hingga tiba kesempatan kedua ditahun berikutnya. Perjuangan dan persiapan yang ia lakukan selama kuliah dan mengevaluasi diri agar tidak mengulang kegagalan untuk kedua kalinya dan disinilah ia baru belajar. Mempersiapkan dengan matang dan akhirnya lulus kemudian diterima di ITB.
Hal yang paling membahagiakan semasa hidup. Bukan gelar sebagai ‘Mahasiswa ITB’ nya yang ia kejar sebenarnya, tapi ia ingin belajar diantara orang-orang hebat, sebuah pepatah mengatakan, “jika kau ingin menjadi orang hebat, maka bergaul lah dengan orang-orang hebat.” Karena ITB punya banyak orang hebat makanya ia memilih ITB, karena ia ingin menjadi orang hebat juga kelak.
“Menjadi yang terbaik diantara yang terbaik.” Di ITB ia bertemu dengan orang-orang terbaik dari pelosok negeri, dalam dan luarnegeri, dan disatukan didalam satu kampus kemudian bersaing secara sportif. Ibaratnya, disini berkumpul parasiswa-siswa terbaik dalam bidangnya dari setiap sekolah, dan dilihat lagi siapa yang terbaik diantara mereka.
Jika ingin mencari tantangan, maka inilah tantangan. Minat dalam dunia desain membuatnya menjadi enjoy dalam menjalani masa-masa kuliah, sempat menjadi yang terbaik dan bersyukur diterima dijurusan yang diinginkan selama ini, Desain Produk.
Kuliah itu penting, tapi jika hanya kuliah saja, kurang menantang baginya, maka ditahun kedua kuliah ia memberanikan diri untuk aktif di organisasi, dan waktu itu di amanahkan menjadiKetua Unit Kesenian Sulawesi Selatan (UKSS), Unit yang mewadahi mahasiswa-mahasiswa yang ingin mengenal budaya Sulawesi Selatan, alias tempat berkumpulnya anak-anak rantau dari Sulawesi.
Salah satu yang membuat ITB unik adalah banyaknya Unit Kegiatan Mahasiswa (semacam ekskul di SMA) sehingga ruang untuk mengembangkan diri lebih banyak dan variatif. Di Unit Kegiatan Mahasiswa iamenjadi lebih tahu dan lebih mengenal budaya dan daerah asalnya. Ia pernah ditanya oleh seorang teman, di Sulawesi Selatan ada berapa kabupaten? Tari gandrangbulo maknanya apa? Mifta yang notabennya orang Sulawesi bahkan belum bisa menjawab apa-apa waktu itu, inilah salah satu yang membuatnya aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa, selain belajar dan mengembangkan diri, disini pula ia menemukan jati diri sebagai orang Sulawesi.
Setahun menjabat dan kemudian turun dari jabatan tidak menghentikannya untuk mencari tantangan lainnya, ditahun ketiga di ITB ia diamanahkan lagi untuk menjadi Ketua Industrial Design Student Society (INDDES) semacam Himpunan Mahasiswa jurusan Desain Produk, aktif di organisasi tidak membuat prestasi dan akademik menjadi turun, manajemen waktu yang baik dan fokus adalah yang utama, dan yang paling penting adalah membedakan mana yang “Urgent” dan mana yang “Important.” Hal ini pula yang mengantarkannya menjadi mahasiswa Terbaik tingkat program studi ditahun 2013. Sebenarnya Mifta tidak menyangka akan mendapatkan predikat ini, tapi ini adalah bonus dari sebuah perjuangan dan kerja keras. Penghargaan ini sangat bergengsi, bukan karena hadiahnya, tapi setiap tahun para peraih mahasiswa terbaik akan dipanggil dan diperkenalkan di hadapan mahasiswa-mahasiswa baru.
Yang membanggakan bukan ketika nama kita disebut dan menaiki panggung dan berhadapan dengan ribuan mahasiswa dari pelosok negeri, tapi ketika asal sekolah dan asal daerah kita disebut, senyum melebar dan begitu bangganya diiringi tepuk tangan dari ribuan manusia yang berada di dalam ruangan. Sebuah pembuktian bahwa anak dari Sulawesi juga bisa bersaing, setara dan bahkan lebih dari anak-anak dari pulau jawa yang katanya mendapatkan pendidikan lebih layak.
Di ITB seluruh mahasiswa ibaratnya anak Aksel (siswa akselerasi), materi kuliah didapatkan dan serba cepat, dan mmahasiswa ITB selalu dituntut untuk memanfaatkan waktu sebaik-baiknya, belum lagi tugas yang banyak dan jadwal yang padat. Satu semester di ITB bukan 6 bulan, tapi jika dihitung secara teliti hanya sekitar 4 bulan saja malahkurang dari itu karena dikurangi hari libur kuliah (sabtu dan minggu) serta hari-hari libur Nasional.
Di tahun keempat disaat setiap mahasiswa ingin menyelesaikan tugas akhir/skripsi, ia justru tidak hanya menekuni itu, ia mengambil tanggung jawab lagi dengan menjadi Menteri Karya dan Inovasi, yang bertanggung jawab dengan kolaborasi karya mahasiswa yang ada di ITB dan mendampingi mahasiswa di setiap lomba dan kompetisi. Kampus ini kecil, sehingga sangat memungkinkan terjadi banyak kolaborasi, dan menurutnya ITB adalah kampus yang komplit dimana kita dapat belajar sains, teknologi, art, desain, dan manajemen.
Karya & Prestasi
KayuKecil
Ia meyakini, cara paling baik untuk me-manage waktu adalah dengan menyibukkan diri, semakin sibuk seseorang, maka dia dapat mengatur waktunya dengan baik. Mifta ialah tipe mahasiswa yang ingin selalu belajar, mencari tantangan, mencari teman, dan dalam kompetisi juga menantangnya, “mengikuti kompetisi membuat saya dapat mengukur sejauh mana saya bisa berkarya.” Ujar Mifta, pemenang Black Innovation Award dua tahun berturut-turut.
ITB miniatur Indonesia, beragam karakter dan suku bangsa ada disini, dari aceh hingga papua juga ada, dan mereka datang untuk berkompetisi, datang untuk memperlihatkan kehebatan mereka. Kampus ini tempat putra-putri terbaik bangsa menuntut ilmu, agar kelak dapat berguna bagi nusa dan bangsa.
Mifta Farid Sah Putra,
Biografi Singkat:
Nama Lengkap : Mifta Farid Sah Putra
Tempat Tanggal Lahir : Tanrutedong, 26 Maret 1990
Agama : Islam
Pendidikan:
2009 – 2014 : S1 Desain Produk – Institut Teknologi Bandung
2008 – 2009 : Teknik Informatika – Institut Teknologi Telkom
2005 – 2008 : SMA Negeri 17 Makassar
2002 – 2005 : SMP Negeri 6 Pangkajene – Sidrap
1996 – 2002 : SD Negeri 10 Tanrutedong
Organisasi:
2013 – 2014 : Menteri Karya dan Inovasi Kabinet KM ITB
2012 – 2013 : Ketua INDDES (Industrial Design Student Society) ITB
2011 – 2012 : Ketua Unit Kesenian Sulawesi Selatan (UKSS) ITB
2010 – 2011 : Ketua iFos (Buletin Keprofesian KM ITB)
Penghargaan:
– Lulus dengan predikat Cum laude ITB, 2014
– Mahasiswa Terbaik ITB Tingkat Program Studi, 2013
– Winner & Outstanding Innovator, Djarum Black Innovation Award 2013
– Participant Hong Kong Business of Design Week, Hong Kong, 2013
– Finalist Indonesia Furniture Design Award (IFDA) 2013
– Winner & Outstanding Innovator, Djarum Black Innovation Award 2012
– Participant 100% Design Shanghai, China, 2012
– Finalist Game Design – Comfest 2011
– FInalist Game Design – INAICTA 2011