Israel akhirnya mengizinkan puluhan ribu warga Palestina dari beberapa wilayah yang dijajah beribadah salat Jumat di Masjid Al-Aqsa di Yerusalem. Menurut keterangan polisi, total terdapat sedikitnya 80 ribu warga dari Timur Yerusalem, Israel dan Tepi Barat diizinkan menunaikan salat Jumat di sana pada awal pekan bulan Ramadhan.
Stasiun berita Al Jazeera, Jumat, 19 Juni 2015 melansir sekitar 500 warga Palestina yang juga datang dari Jalur Gaza diizinkan untuk beribadah tersebut. Pejabat berwenang Israel mengatakan ini merupakan sebuah kesempatan yang langka.
Tetapi, Israel masih memberlakukan aturan usia bagi pengunjung pria. Hanya pria yang berusia di atas 40 tahun dan berasal dari Tepi Barat yang diizinkan masuk ke Yerusalem tanpa izin.
Sementara itu, untuk peziarah wanita tidak membutuhkan izin. Biasanya, mereka harus melalui titik pemeriksaan dan keluar tersebut dari teritori mereka.
Keputusan Israel untuk sedikit memberi kelonggaran selama bulan Ramadhan dilakukan bersamaan situasi tegang antara warga Palestina dengan Israel. Namun, pembicaraan mengenai perdamaian tak kunjung tercapai.
Sementara itu, para pemuda yang berusia di bawah usia 40 tahun tak diberi izin untuk beribadah salat di Masjid Al-Aqsa. Otoritas Israel sebelumnya menyebut mereka khawatir terjadi ketegangan di area itu.
Oleh sebab itu, banyak di antara mereka yang memilih memanjat tembok pembatas antara dua wilayah agar tetap bisa masuk ke Yerusalem.
Laporan dari koresponden Al Jazeera, Nisreen El-Shamayleh, menyebut warga Palestina bahagia mereka menunaikan ibadah salat Jumat di pekan pertama Ramadhan.
“Tetapi, sebagian rakyat Palestina tidak percaya hak mereka untuk beribadah harus dibatasi,” kata Nisreen dari Yerusalem Timur.
Kebebasan warga Palestina adalah hak yang dijamin oleh hukum internasional. Namun, pada faktanya hak tersebut terus dibatasi oleh Israel. Oleh sebab itu, kendati Israel mengatakan mereka memberikan kelonggaran, warga Palestina skeptis terhadap keputusan mereka.
Menurut Kepala Wakah Islam yang mengelola Masjid Al-Aqsa, Syekh Azzam al-Khatib, pada Jumat kemarin total terdapat sekitar 200 ribu jamaah yang berada di dalam dan sekitar kompleks masjid. Polisi dan penjaga perbatasan dikerahkan lengkap dengan peralatan anti huru hara.
Jalan-jalan di sekitar Kota Tua ditutup. Petugas keamanan juga mendirikan barikade di jalan masuk menuju ke masjid. Suasana bulan Ramadhan di kota tersebut juga begitu kental.
Para pedagang laki-laki sibuk mendekorasi toko-toko mereka dengan lampu berkelip. Sementara itu, suara tilawah Al-Quran terdengar nyaring dari alat pemutar CD. Mereka menjual makanan manis kepada para peziarah sebagai menu berbuka puasa.
“Saya begitu bahagia akhirnya bisa kembali beribadah di Al-Aqsa setelah sekian lama,” kata seorang pria berusia 60 tahun, Tayseir Menniyah.
Menurut Tayseir, kelonggaran yang telah diberikan Israel sudah bagus. Namun, dia berharap warga Gaza bisa setiap hari diizinkan untuk beribadah di Al-Aqsa, tidak hanya setiap hari Jumat.
Ini memang merupakan kali pertama warga Palestina diizinkan untuk beribadah di sana, sejak terjadi kerusuhan di awal tahun 2000an. Warga Palestina yang bermukim di Tepi Barat sebenarnya bisa menuju ke Al-Aqsa dengan naik bus. Tetapi, Jumat kemarin bus tersebut tak tersedia.
Kepala Kementerian Pertahanan, Mayor Jenderal Yoav Mordechai, malah menyalahkan otoritas di Palestina akibat ketiadaan bus tersebut. Menurut Yoav, otoritas Palestina lah yang tak memiliki persiapan matang untuk menyiapkan bus.
(Sumber:Viva.com)